Legalisasi nama Allah untuk putri pasangan dari Georgia. (ACLU)
Liputan6.com, Georgia - Pasangan suami istri di Georgia, AS akhirnya sah, diperbolehkan memberi nama keluarga untuk putri mereka 'Allah'. Hal itu terjadi setelah mereka memenangkan pertarungan hukumnya.
Sebelumnya, pejabat negara bagian itu menolak untuk mengeluarkan akte kelahiran untuk ZalyKha Graceful Lorraina Allah. Alasannya, karena kedua orangtua tak ada yang memiliki nama belakang Allah.
American Civil Liberties Union (ACLU) atau Serikat Kebebasan Sipil Amerika yang membawa kasus ini ke pengadilan, menyebut keputusan tersebut merupakan kemenangan untuk kebebasan berekspresi. Kendati demikian, kelompok advokasi Muslim terbesar di AS mengatakan bahwa nama itu tersebut dapat dianggap menyinggung.
Awalnya Departemen Kesehatan Georgia mengatakan bahwa anak perempuan berusia satu tahun dari orang tua Elizabeth Handy dan Bilal Walk, hanya bisa memiliki nama keluarga salah satu orangtuanya. Handy atau Walk yang merupakan nama keluarga ibu dan ayahnya, atau kombinasi dari dua nama itu, dan tak bisa memberi nama belakang Allah.
Tapi Handy dan Walk mengatakan bahwa sebelumnya dua anak laki-laki mereka -- berusia tiga dan 17 tahun -- telah diizinkan menggunakan nama keluarga Allah.
Undang-undang Georgia mewajibkan pejabat untuk mengizinkan nama apapun, asalkan tidak dianggap provokatif atau menyinggung. Namun, Council on American-Islamic Relations (CAIR) atau Dewan Hubungan Islam Amerika mengatakan, bahwa menggunakan nama Allah sebagai nama keluarga merupakan hal yang tidak peka secara budaya.
Direktur CAIR, Nihad Awad mengatakan masih ada sejumlah nama Arab merujuk pada Tuhan, seperti Abdullah, yang berarti 'hamba Tuhan.
"Kita tidak akan pernah menggunakan Allah sebagai nama, itu akan dianggap sangat tidak pantas," imbuh Awad.
Namun, bagi pengacara mereka ini semata adalah memberikan hak kepada orangtua. "Ini adalah peneguhan hak-hak orang tua yang sangat penting," kata Andrea Young dari ACLU, yang membantu orangtua itu untuk mengajukan gugatan hukum.
"Tidak ada yang mau hidup di dunia, yang pemerintahnya bisa mendikte nama apa yang bisa dan tak bisa diberikan kepada anak kita," tambah Young.
Orangtua ZalyKha yang kini sedang menantikan anak keempat mereka, menyambut baik keputusan tersebut. Dengan keputusan tersebut, sang anak akan bisa memiliki nomor jaminan sosial, mendaftar di sekolah dan, jika perlu, menerima tunjangan pemerintah seperti kupon makanan.
Bulan Maret lalu, pasangan itu mengatakan kepada Atlanta Journal-Constitution bahwa mereka memilih nama Allah karena mulia, bukan karena alasan agama.
Liputan6.com, Georgia - Pasangan suami istri di Georgia, AS akhirnya sah, diperbolehkan memberi nama keluarga untuk putri mereka 'Allah'. Hal itu terjadi setelah mereka memenangkan pertarungan hukumnya.
Sebelumnya, pejabat negara bagian itu menolak untuk mengeluarkan akte kelahiran untuk ZalyKha Graceful Lorraina Allah. Alasannya, karena kedua orangtua tak ada yang memiliki nama belakang Allah.
American Civil Liberties Union (ACLU) atau Serikat Kebebasan Sipil Amerika yang membawa kasus ini ke pengadilan, menyebut keputusan tersebut merupakan kemenangan untuk kebebasan berekspresi. Kendati demikian, kelompok advokasi Muslim terbesar di AS mengatakan bahwa nama itu tersebut dapat dianggap menyinggung.
Awalnya Departemen Kesehatan Georgia mengatakan bahwa anak perempuan berusia satu tahun dari orang tua Elizabeth Handy dan Bilal Walk, hanya bisa memiliki nama keluarga salah satu orangtuanya. Handy atau Walk yang merupakan nama keluarga ibu dan ayahnya, atau kombinasi dari dua nama itu, dan tak bisa memberi nama belakang Allah.
Tapi Handy dan Walk mengatakan bahwa sebelumnya dua anak laki-laki mereka -- berusia tiga dan 17 tahun -- telah diizinkan menggunakan nama keluarga Allah.
Undang-undang Georgia mewajibkan pejabat untuk mengizinkan nama apapun, asalkan tidak dianggap provokatif atau menyinggung. Namun, Council on American-Islamic Relations (CAIR) atau Dewan Hubungan Islam Amerika mengatakan, bahwa menggunakan nama Allah sebagai nama keluarga merupakan hal yang tidak peka secara budaya.
Direktur CAIR, Nihad Awad mengatakan masih ada sejumlah nama Arab merujuk pada Tuhan, seperti Abdullah, yang berarti 'hamba Tuhan.
"Kita tidak akan pernah menggunakan Allah sebagai nama, itu akan dianggap sangat tidak pantas," imbuh Awad.
Namun, bagi pengacara mereka ini semata adalah memberikan hak kepada orangtua. "Ini adalah peneguhan hak-hak orang tua yang sangat penting," kata Andrea Young dari ACLU, yang membantu orangtua itu untuk mengajukan gugatan hukum.
"Tidak ada yang mau hidup di dunia, yang pemerintahnya bisa mendikte nama apa yang bisa dan tak bisa diberikan kepada anak kita," tambah Young.
Orangtua ZalyKha yang kini sedang menantikan anak keempat mereka, menyambut baik keputusan tersebut. Dengan keputusan tersebut, sang anak akan bisa memiliki nomor jaminan sosial, mendaftar di sekolah dan, jika perlu, menerima tunjangan pemerintah seperti kupon makanan.
Bulan Maret lalu, pasangan itu mengatakan kepada Atlanta Journal-Constitution bahwa mereka memilih nama Allah karena mulia, bukan karena alasan agama.