Jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) pada kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bakal dilaporkan ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Jaksa dinilai tidak independen dalam menyusun tuntutan terhadap Ahok.
Rencana mengadukan jaksa kasus Ahok ke Komjak diungkap Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah atau Satgas APPPM. Menurut Satgas APPPM, tuntutan yang diajukan jaksa terhadap Ahok memperlihatkan bahwa hak menuntut dari JPU seakan lepas dari perintah Pasal 37 UU Kejaksaan.
Ketua tim jaksa pada kasus Ahok, Ali Mukartono menyatakan, dirinya tidak keberatan jika dilaporkan ke Komjak. Ali merasa telah bekerja sesuai aturan. "Laporkan? Indikasinya apa?" kata Ali seusai sidang di Auditorium Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Ali menambahkan, boleh-boleh seseorang atau suatu pihak melaporkan jaksa ke Komjak. "Laporan itu kan hak, silakan saja," katanya sembari meninggalkan lokasi.
Seperti diberitakan, pada persidangan beragendakan pembacaan tuntutan, jaksa meminta hakim menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama bersalah sesuai Pasal 156 KUHP.
Pada kasus ini, Pasal 156 KUHP merupakan pasal alternatif. Adapun pasal primernya, yakni Pasal 156a KUHP. Namun jaksa menilai pasal 156a tidak memenuhi unsur untuk perkara ini.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Sejumlah kalangan menilai, tuntutan terhadap Ahok terlalu ringan. Jaksa pun dituding tidak independen dalam menyusun tuntutan bagi mantan Bupati Belitung Timur itu.
Kritik keras terhadap jaksa kasus Ahok antara lain datang dari Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman. Dia menduga JPU telah diintervensi kekuasan atau kekuatan lain.
"Bisa dilihat dengan jelas, (jaksa) tidak independen. Bahkan kami melihat seolah-olah jaksa adalah pembelanya Ahok," kata Pedri seusai sidang pembacaan tuntutan beberapa waktu lalu.
Pedri menilai JPU justru melemahkan alat bukti dan keterangan saksi dihadirkan dalam persidangan. "Karena itu sebagai rakyat Indonesia yang cinta penegakan hukum, saya mengatakan sidang ini adalah dagelan sandiwara yang sangat memuakkan," kata pelapor Ahok sekaligus saksi kasus Ahok. (tribunnews/wahyu aji)
Rencana mengadukan jaksa kasus Ahok ke Komjak diungkap Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah atau Satgas APPPM. Menurut Satgas APPPM, tuntutan yang diajukan jaksa terhadap Ahok memperlihatkan bahwa hak menuntut dari JPU seakan lepas dari perintah Pasal 37 UU Kejaksaan.
Ketua tim jaksa pada kasus Ahok, Ali Mukartono menyatakan, dirinya tidak keberatan jika dilaporkan ke Komjak. Ali merasa telah bekerja sesuai aturan. "Laporkan? Indikasinya apa?" kata Ali seusai sidang di Auditorium Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Ali menambahkan, boleh-boleh seseorang atau suatu pihak melaporkan jaksa ke Komjak. "Laporan itu kan hak, silakan saja," katanya sembari meninggalkan lokasi.
Seperti diberitakan, pada persidangan beragendakan pembacaan tuntutan, jaksa meminta hakim menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama bersalah sesuai Pasal 156 KUHP.
Pada kasus ini, Pasal 156 KUHP merupakan pasal alternatif. Adapun pasal primernya, yakni Pasal 156a KUHP. Namun jaksa menilai pasal 156a tidak memenuhi unsur untuk perkara ini.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Sejumlah kalangan menilai, tuntutan terhadap Ahok terlalu ringan. Jaksa pun dituding tidak independen dalam menyusun tuntutan bagi mantan Bupati Belitung Timur itu.
Kritik keras terhadap jaksa kasus Ahok antara lain datang dari Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman. Dia menduga JPU telah diintervensi kekuasan atau kekuatan lain.
"Bisa dilihat dengan jelas, (jaksa) tidak independen. Bahkan kami melihat seolah-olah jaksa adalah pembelanya Ahok," kata Pedri seusai sidang pembacaan tuntutan beberapa waktu lalu.
Pedri menilai JPU justru melemahkan alat bukti dan keterangan saksi dihadirkan dalam persidangan. "Karena itu sebagai rakyat Indonesia yang cinta penegakan hukum, saya mengatakan sidang ini adalah dagelan sandiwara yang sangat memuakkan," kata pelapor Ahok sekaligus saksi kasus Ahok. (tribunnews/wahyu aji)