8 Fakta Mengejutkan Mengenai Haikal, Sang Hacker Remaja yang Berhasil Meraup Rp 4,1 Miliar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri mulai melakukan penelusuran aset (asset tracing) hasil kejahatan kelompok remaja peretas pimpinan Haikal (19) yang membobol 4.600 situs.
Haikal dan tiga anak buahnya yang juga remaja ditangkap karena membobol akun situs jual beli tiket online, tiket.com, hingga rugi Rp4,1 miliar dan Citilink Indonesia rugi Rp2 miliar.
Demikian disampaikan Kanit III Subdit I Direktorat VI Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, AKBP Idam Wasiadi, Rabu (5/4/2017).
"Sejauh ini, belum ada tersangka lain. Yang paling pokok atau otak pelaku utamanya dia (Haikal,-red) sudah tertangkap," ujar Idam.
"Sekarang kami sedang melakukan asset tracing karena mereka kenakan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," ujarnya.
Menurut Idam, pihaknya juga mengenakan undang-undang tentang pencucian uang karena mereka diduga menyamarkan hasil kejahatannya dengan membelikan sejumlah aset.
Dan sejauh ini, pihaknya baru menemukan dan menyita barang bukti aset berupa buku tabungan berisi saldo Rp212 juta, rumah tempat penangkapan di Balikpapan yang dibeli tersangka MKU, dan satu unit motor.
Dalam pemeriksaan, Haikal mengaku hanya sedikit menerima bagian dari penjualan tiket yang diperolehnya dari meretas akun tiket.com.
Ia mengaku membeli dua unit motor dan selebihnya dibagi-bagi ke kelompoknya.
Namun, hasil penelusuran tim Siber Bareskrim, diketahui Haikal lebih tiga rumah ditempatinya selama pelarian.
"Dia ngakunya kebagian sedikit. Kalau yang beli rumah itu tersangka MKU. Tapi, kami tetap asset tracing, karena pengakuan mereka belum tentu benar," ujar Idam.
Menurutnya, perlu waktu beberapa minggu untuk menelusuri aset hasil suatu kejahatan. Sebab, ada sejumlah perizinan lembaga yang harus dipenuhi.
"Asset tracing bisa sampai sebulan karena harus koordinasi dan perizinan. Dan izin enggak bisa begitu saja langsung keluar, saya bolak-balik seminggu. Jadi, kira-kira dua bulan lagi perkara ini bisa dilimpahkan ke jaksa," tukasnya.
Haikal (19) yang merupakan warga Jakarta ditangkap petugas Siber Bareskrim Polri di rumah orang tuanya, perumahan Pesona Gintung Residen, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pada Kamis, 30 Maret 2017.
Sementara, tiga anak buahnya ditangkap petugas di sebuah rumah di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 28 Maret 2017.
Ketiga anak buah Haikal juga terbilang masih muda dan hanya lulusan SMA. Ketiganya adalah MKU (19), AI (19), dan NTM (27).
Kelompok peretas atau hacker berusia remaja pimpinan Haikal alias SH (19 th) berhasil membobol akun situs jual beli tiket online tiket.com pada server Citilink.
Akibatnya, tiket.com mengalami kerugian Rp4,1 miliar dan Citilink rugi sekitar Rp2 miliar.
Pihak tiket.com, PT Global Network, melapor ke Bareskrim bahwa akun situsnya pada server Citilink Indonesia dibobol pada 11 hingga 27 Oktober 2016.
Pelaku mengambil jatah atau kuota tiket pesawat pada server tersebut hingga mengalami kerugian Rp4.124.000.982.
Menurutnya, perlu waktu beberapa minggu untuk menelusuri aset hasil suatu kejahatan. Sebab, ada sejumlah perizinan lembaga yang harus dipenuhi.
"Asset tracing bisa sampai sebulan karena harus koordinasi dan perizinan. Dan izin enggak bisa begitu saja langsung keluar, saya bolak-balik seminggu. Jadi, kira-kira dua bulan lagi perkara ini bisa dilimpahkan ke jaksa," tukasnya.
Haikal (19) yang merupakan warga Jakarta ditangkap petugas Siber Bareskrim Polri di rumah orang tuanya, perumahan Pesona Gintung Residen, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pada Kamis, 30 Maret 2017.
Sementara, tiga anak buahnya ditangkap petugas di sebuah rumah di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 28 Maret 2017.
Ketiga anak buah Haikal juga terbilang masih muda dan hanya lulusan SMA. Ketiganya adalah MKU (19), AI (19), dan NTM (27).
Kelompok peretas atau hacker berusia remaja pimpinan Haikal alias SH (19 th) berhasil membobol akun situs jual beli tiket online tiket.com pada server Citilink.
Akibatnya, tiket.com mengalami kerugian Rp4,1 miliar dan Citilink rugi sekitar Rp2 miliar.
Pihak tiket.com, PT Global Network, melapor ke Bareskrim bahwa akun situsnya pada server Citilink Indonesia dibobol pada 11 hingga 27 Oktober 2016.
Pelaku mengambil jatah atau kuota tiket pesawat pada server tersebut hingga mengalami kerugian Rp4.124.000.982.
Pihak Citilink juga mengalami kerugian sebesar Rp1.973.784.434 karena ada sejumlah orang yang membeli tiket dari sindikat peretas tersebut melakukan pembatalan dan refund.
Setelah tertangkap, tiga anak buah Haikal mengaku hanya berperan sebagai penjual melalui akun facebook dan Haikal yang telah meretas akun situs tiket.com. Harga tiket yang dijual didiskon 30 sampai 40 persen agar cepat terjual.
Dari penjualan tiket pesawat tersebut, mereka mendapatkan uang sekitar Rp1 miliar.
Uang tersebut dibagi dua dengan komposisi 50 persen untuk Haikal selaku peretas akun dan password situs tiket.com dan 50 persen untuk tiga anak buahnya selaku pemasar tiket.
Haikal dan tiga anak buahnya dijerat Pasal 46 ayat 1, 2 dan 3 juncto Pasal 30 ayat 1, 2, dan 3 dan/atau Pasal 51 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 35 dan/atau Pasal 36 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 363 KUHP.
Keempatnya juga dijerat Pasal 3, 5 dan 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena diduga menyamarkan hasil kejahatannya dengan membelikan sejumlah aset.
Setelah tertangkap, tiga anak buah Haikal mengaku hanya berperan sebagai penjual melalui akun facebook dan Haikal yang telah meretas akun situs tiket.com. Harga tiket yang dijual didiskon 30 sampai 40 persen agar cepat terjual.
Dari penjualan tiket pesawat tersebut, mereka mendapatkan uang sekitar Rp1 miliar.
Uang tersebut dibagi dua dengan komposisi 50 persen untuk Haikal selaku peretas akun dan password situs tiket.com dan 50 persen untuk tiga anak buahnya selaku pemasar tiket.
Haikal dan tiga anak buahnya dijerat Pasal 46 ayat 1, 2 dan 3 juncto Pasal 30 ayat 1, 2, dan 3 dan/atau Pasal 51 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 35 dan/atau Pasal 36 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 363 KUHP.
Keempatnya juga dijerat Pasal 3, 5 dan 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena diduga menyamarkan hasil kejahatannya dengan membelikan sejumlah aset.