Kelompok militan Abu Sayyaf telah menetapkan 15 Agustus 2016 sebagai batas waktu pemerintah Indonesia untuk membayar tebusan sekira Rp60 miliar agar dapat membebaskan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera. Jika tidak, mereka tak segan untuk membunuh sanderanya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan mau membayar uang tebusan. Kendati telah lewat tiga hari dari waktu yang telah ditetapkan.
"Mungkin batas akhir dilepasin. Ini dilepasin kan? Ya buktinya tidak ada apa-apa. Pemerintah tidak akan mau membayar. Ya saya harap perusahaan (tempat ABK yang disandera bekerja) juga sama seperti pemerintah. Kalau namanya tidak bayar ya tidak bayar. Kita bukan bangsa kambing atau bangsa sapi yang diperah terus," kata Gatot di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/8/2016).
Gatot mengatakan, saat ini dari tujuh orang WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf masih ada lima orang lagi yang masih dalam penyanderaan. Karena dua orang sandera lainnya, yakni Muhammad Sofyan dan Ismail telah melarikan diri.
Menurut mantan Kepala Staf Angkatan Darat, pemerintah tidak akan menyerahkan uang tebusan tersebut. Indonesia akan memberi kesempatan kepada militer Filipina untuk mencoba membebaskan para sanderanya.
"Saya tidak pernah menyarankan gencatan senjata. Pemerintah Indonesia, memberikan kesempatan kepada pemerintah Filipina untuk mereka mencoba membebaskan sandera tersebut. Tentang gimana-gimananya (mekanisme) Menlu yang lebih pantas menyampaikan," ujarnya.
Gatot menegaskan, bahwa saat ini keselamatan WNI menjadi hal yang perlu diutamakan. Ia pun meyakini militer Filipina dapat membebaskan WNI yang disandera dalam keadaan selamat.
"Saya punya keyakinan. Dengan kepemimpinan (Filipina) yang sekarang, (mereka) pasti mampu membebaskan sandera," ujarnya.
sumber:okezone.com