Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto menaiki mobil usai memberikan keterangan kepada Jampidsus di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/2/2016). Setya Novanto dimintai keterangannya oleh Jampidsus terkait dugaan pemufakatan jahat dalam reksman pencatutan nama Presiden. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi akan menghadirkan 10 saksi dalam sidang lanjutan dugaan perkara korupsi KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, saksi-saksi tersebut antara lain bekas Ketua Fraksi Partai Golkar yang kini jadi Ketua DPR RI Setya Novanto, Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Setya Novanto dan Anas Urbaningrum adalah otak dari pembagian uang korupsi e-KTP.
Dalam dakwaan tersebut disebutkan peran Setya Novanto terkait proses penganggaran.
Setya Novanto mengatakan dukungannya dalam pembahasan KTP elektronik dan akan koordinasi dengan pimpinan fraksi.
Dukungan tersebut disampaikan Setya Novanto di ruang kerjanya di lantai 12 gedung DPR RI saat menerima Irman dan Andi Narogong, pengusaha yang sering wara wiri di Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI.
Setelah beberapa kali pertemuan, diperoleh kesepakatan bahwa DPR RI akan menyetujui anggaran pengadaan KTP elektronik dengan grand design tahun 2010 yakni kurang lebih Rp 5,9 triliun yang pembahasanya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Partai Golkar.
Andi Narogong akan memberikan fee kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. Guna merealisasikannya, Andi Agustinus membuat kesepakatan dengan Setya Novaanto dan Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin tentang penggunaan anggaran Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak 11,5 persen akan digunakan:
Sebesar 51 persen atau senilai Rp 2,66 triliun untuk belanja modal dan belanja riil pembiayaan proyek. Sedangkan sisanya 49 persen atau senilai Rp 2,55 triliun akan dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.
Pejabat Kementerian Dalam Negeri termasuk Irman dan Sugiharto mendapatkan 7 persen atau Rp 365,4 miliar, anggota Komisi II Rp 5 persen atau Rp 261 miliar, Setya Novanto dan Andi Narogong mendapatkan 11 persen atau sekitar Rp 575,2 miliar, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin mendapatkan sebesar 11 persen atau Rp 572,2 miliar.
Saksi lain yang akan dihadirkan adalah Achmad Fauzi, Dudy Susanto, Ade Komarudin, Anang Sugiana Sudiharjo, Suciati, Markus Nari, Evi Andi Noor Alam, Johares Richard Tanjaya, dan Yimmy Iskandar Tedjasusila.
Seluruh saksi akan diperiksa untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Negara disebut menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triiun anggaran penggadaan KTP elektronik atau e-KTP.