Ketua DPR RI Setya Novanto menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2017). Setya Novanto bersama Anggota DPR RI Ade Komarudin dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbanigrum menjadi saksi dengan terdakwa Irman dan Sugiharto terkait kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik. TRIBUNNEWS/HERUDIN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan mencegah Ketua DPR Setya Novanto ke luar negeri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pencegahan tersebut untuk mempermudah proses penyidikan untuk tersangka Andi Agustinus atau Andi Narogong.
"Yang pasti pencegahan sudah kita lakukan sampai 6 bulan ke depan. Ini penting untuk memperlancar dan mempermudah proses penyidikan untuk tersangka AA (Andi Agustinus) yang sedang kita jalankan saat ini," kata Febri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Febri mengatakan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi sesuai dengan strategi penyidikan.
Sebab, jadwal pemeriksaan harus dilihat keterkaitan dengan keterangan saksi yang lain.
Febri menuturkan pencegahan dilakukan selama enam bulan sesuai dengan Undang-undang.
KPK, kata Febri, diberikan kewenangan dengan pasal 12 ayat 1B.
"Kewenangan itulah yang kita gunakan untuk mebgefektifkan proses penyidikan ini. Nanti disampaikan lebih lanjut data terkait jadwal pemeriksaan e-KTP," kata Febri.
Mengenai sikap DPR terkait nota keberatan pencegahan Novanto, Febri mengatakan institusi tersebut sebaiknya meletakkan hukum di atas segalanya.
"Karena kita menganut prinsip supremasi hukum. Jadi pencegahan perlu dilihat sebagai proses penegakan hukum, dan kalau memang ada pertimbangan kembali tidak perlu menyampaikan surat tersebut akan lebih baik," ujar Febri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pencegahan tersebut untuk mempermudah proses penyidikan untuk tersangka Andi Agustinus atau Andi Narogong.
"Yang pasti pencegahan sudah kita lakukan sampai 6 bulan ke depan. Ini penting untuk memperlancar dan mempermudah proses penyidikan untuk tersangka AA (Andi Agustinus) yang sedang kita jalankan saat ini," kata Febri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Febri mengatakan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi sesuai dengan strategi penyidikan.
Sebab, jadwal pemeriksaan harus dilihat keterkaitan dengan keterangan saksi yang lain.
Febri menuturkan pencegahan dilakukan selama enam bulan sesuai dengan Undang-undang.
KPK, kata Febri, diberikan kewenangan dengan pasal 12 ayat 1B.
"Kewenangan itulah yang kita gunakan untuk mebgefektifkan proses penyidikan ini. Nanti disampaikan lebih lanjut data terkait jadwal pemeriksaan e-KTP," kata Febri.
Mengenai sikap DPR terkait nota keberatan pencegahan Novanto, Febri mengatakan institusi tersebut sebaiknya meletakkan hukum di atas segalanya.
"Karena kita menganut prinsip supremasi hukum. Jadi pencegahan perlu dilihat sebagai proses penegakan hukum, dan kalau memang ada pertimbangan kembali tidak perlu menyampaikan surat tersebut akan lebih baik," ujar Febri.